Beberapa kebenaran tentang Israel dan akhir dari musuh-musuhnya – 01
Beberapa kebenaran tentang Israel dan akhir dari musuh-musuhnya
Sehubungan dengan adanya tuntutan untuk bersahabat dengan semua orang dan mengasihi siapa saja, dengan tidak memandang bulu, saya pernah katakan bahwa. “persahabatan tidak dapat dibangun dan kasih sayang tidak dapat dijalin dengan mengorbankan kebenaran.” Tanpa kebenaran, persahabatan dan kasih itu semu. Di luar perasaan khusus saya terhadap Israel karena Yesus Kristus, saya harus bisa bersahabat dengan orang-orang Palestina dan mengasihi mereka dengan tidak mengabaikan beberapa kebenaran tentang Israel yang terkait sangat erat dengan iman Kristen saya, seperti yang dibicarakan di bawah ini. Tulisan ini dibuat dengan tidak didasarkan pada keinginan pibadi untuk menghina siapapun.
Milik siapakah tanah yang disebut tanah Palestina?
Orang-orang Israel, baik yang beragama Yahudi atau Kristen menyebut daerah ini dengan nama “tanah perjanjian” karena tanah ini dijanjikan oleh Allah (Yahweh) untuk diberikan kepada Abrahan dan anak-cucunnya, atau “tanah suci” karena Allah sendiri berdiam di sana (mis 1 Raja-Raja 11:36). Janji Allah tentang negeri bagi Abraham dan keturunannya diulang-ulang disepanjang Perjanjian Lama, antara lain:
1. “Abram berjalan melalui negeri itu sampai ke suatu tempat dekat Sikhem, yakni pohon tarbantin di More. Waktu itu orang Kanaan diam di negeri itu. Ketika itu TUHAN menampakkan diri kepada Abram dan berfirman: “Aku akan memberikan negeri ini kepada keturunanmu.” Maka didirikannya di situ mezbah bagi TUHAN yang telah menampakkan diri kepadanya.” (Kejadian 12:6-7).
2. “Lagi firman TUHAN kepadanya: “Akulah TUHAN, yang membawa engkau keluar dari Ur-Kasdim untuk memberikan negeri ini kepadamu menjadi milikmu.” (Kejadian 15:7)
Mengapa Abraham?
Bisa saja ada yang kemudian mengajukan pertanyaan, “Mengapa daerah tersebut harus diberikan kepada Abraham dan keturunannya, padahal sudah ada yang mendiaminya? Bukankah seharusnya tanah itu milik orang Kanaan? Jawabannya sederhana, “Sebab tanah itu milik Allah, dan bahkan bumi ini milik-Nya!”
3. “Tanah jangan dijual mutlak, karena Akulah pemilik tanah itu, sedang kamu adalah orang asing dan pendatang bagi-Ku.” (Imamat 25:23)
4. “Jadi sekarang, jika kamu sungguh-sungguh mendengarkan firman-Ku dan berpegang pada perjanjian-Ku, maka kamu akan menjadi harta kesayangan-Ku sendiri dari antara segala bangsa, sebab Akulah yang empunya seluruh bumi.” (Keluaran 19:5)
5. “Siapakah yang menghadapi Aku, yang Kubiarkan tetap selamat? Apa yang ada di seluruh kolong langit, adalah kepunyaan-Ku.” (Ayub 41: 2)
Mengapa bukan Ismael?
Tidak dapat disangkal bahwa Ismael juga adalah turunan Abraham dari hamba perempuan isterimya (Sara), seorang perempuan asal mesir yang bernama Hagar. (Kejadian 16:1, 15) Tetapi keturunan Abraham di dalam perjanjian Allah dengan Abraham ini adalah Ishak dan bukan Ismael.
6. “Dan Abraham berkata kepada Allah: “Ah, sekiranya Ismael diperkenankan hidup di hadapan-Mu!” Tetapi Allah berfirman: “Tidak, melainkan isterimu Saralah yang akan melahirkan anak laki-laki bagimu, dan engkau akan menamai dia Ishak, dan Aku akan mengadakan perjanjian-Ku dengan dia menjadi perjanjian yang kekal untuk keturunannya.” (Kejadian 17:18-19)
Hal ini sangat penting untuk diketahui, sebab berhubungan erat dengan janji kedatangan Mesias.
7. “Seorang nabi dari tengah-tengahmu, dari antara saudara-saudaramu, sama seperti aku, akan dibangkitkan bagimu oleh TUHAN, Allahmu; dialah yang harus kamu dengarkan.” (Ulangan 18:15)
Dalam hal ini, Musa yang berbicara kepada bangsa Israel, sehingga yang dimaksud dengan ‘saudara-saudaramu’ adalah dari antara ke 12 suku Israel keturunan Yakub dan sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan Ismael atau Esau. Oleh sebab itu, janji Allah tentang tanah tersebut dinyatakan lagi kepada Yakub, salah seorang putera Isak yang kemudian disebut Israel.
8. Berkatalah Yakub kepada Yusuf: “Allah, Yang Mahakuasa telah menampakkan diri kepadaku di Lus di tanah Kanaan dan memberkati aku serta berfirman kepadaku: Akulah yang membuat engkau beranak cucu, dan Aku akan membuat engkau bertambah banyak dan menjadi sekumpulan bangsa-bangsa; Aku akan memberikan negeri ini kepada keturunanmu untuk menjadi miliknya sampai selama-lamanya. (Kejadian 48:3-4)
Istilah “Tanah yang Kujanjikan” atau “negeri yang Kujanjikan” ini kemudian disinggung secara berulang-ulang di dalam Perjanjian Lama pada, Bilangan 14:23, 32:11 ; Ulangan 10:11, 31:20, 21, 34:4 ; Yosua 1:6; dan Hakim-Hakim 2:1.
Dengan ini, dapatlah disimpulkan bahwa “tanah perjanjian” atau “tanah suci” itu memang benar adalah pemberian Allah kepada Israel dan bahwa Allah berhak untuk melakukan hal itu.
Di manakah tanah itu?
Secara ringkas, batas-batas tanah perjanjian itu tercatat di dalam Perjanjian Lama seperti berikut.
9. “Dari padang gurun dan gunung Libanon yang sebelah sana itu sampai ke sungai besar, yakni sungai Efrat, seluruh tanah orang Het, sampai ke Laut Besar di sebelah matahari terbenam, semuanya itu akan menjadi daerahmu.” (Yosua 1:4)
Keterangan lebih lengkap tentang batas-batas tanah perjanjian dapat dibaca di dalam kitab Bilangan 34:1-12 dan Yoshua 15-19. Berdasarkan rincian inilah Yoshua membagi tanah perjanjian tersebut kepada masing-masing suku dari ke 12 suku Israel, seperti yang terlihat pada gambar berikut.
Mengapa tanah perjanjian disebut Palestina?
Setelah memadamkan pemberontakan Bar Kochba (Yahudi), sekitar tahun 70 AD dan 132 AD, maka pada tahun 135 AD. pemerintah Romawi mengusir orang-oang Yahudi keluar dari Yerusalem dan kemudian menyebut daerah ini Palaestina untuk pertama kalinya. Nama Palaestina yang kemudian menjadi Palestine dalam bahasa Inggris (Palestina) diambil dari Herodotus yang menggunakan istilah Palaistine Syria yang merujuk ke seluruh bagian selatan Syria, yang berarti Philistine Syria. Artinya, nama Palestina TIDAK ada hubungannya dengan orang-orang Arab yang masuk ke Israel dan menamakan diri mereka bangsa Palestina, ataupun dengan bangsa Filistin, musuh bebuyutan lama Israel yang dahulu menempati daerah pesisir sekitar jalur Gaza.